Dituduh Curi Uang Rp 100 Ribu, Remaja di Bantul Tewas Dianiaya Temannya, 13 Pelaku Kini Ditangkap
Seorang remaja berusia 18 tahun asal kecamatan Pleret tewas dikeroyok teman-
temannya.
Lukman Rahma Wijaya meninggal setelah mendapat sejumlah luka pada tubuhnya.
Ia dianiaya teman-temannya sendiri karena dituduh mencuri uang Rp 100 ribu.
Kini epolisian Resor (Polres) Bantul berhasil mengamankan para pelaku.
Sebanyak 13 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dari 13 orang tersebut, 9 di antaranya masih berusia di bawah umur.
Empat orang lainnya sudah berusia dewasa.
Belasan pelaku dijerat dengan pasal 170 ayat 2 KUHP tentang kekerasan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia.
Mereka terancam hukuman 12 tahun penjara.
"Ancaman hukuman 12 tahun penjara," kata Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri
Budi Sulistyono didampingi Kasat Reskrim polres Bantul, AKP Ngadi di Mapolres
Bantul
Menurut Kapolres, proses hukum tetap akan berjalan.
Polisi akan menerapkan sistem peradilan pidana anak, karena sebagian tersangka
masih berusia anak-anak di bawah 18 tahun.
Kronologi Kejadian
Malam itu, dua tersangka kakak-beradik itu merasa kehilangan uang Rp 100 ribu
yang disimpan di dalam dompet.
Korban awalnya sempat pergi kemudian datang lagi pukul 02.30 WIB.
Oleh dua tersangka bersama satu temannya, berinisial MREP, korban yang datang
membawa makanan dan minuman justru diinterogasi dan dituduh telah mencuri
uang.
"Pengakuan dari tersangka, malam itu korban mengaku telah mencuri uang, tapi
Rp 50 ribu bukan Rp 100 ribu. Pengakuan ini masih kita dalami," ucap Kapolres.
Setelah korban mengaku, bukannya memaafkan, PES dan PEA justru memanggil
teman-teman lainnya, hingga total 13 orang untuk melakukan kekerasan terhadap
korban.
Kekerasan yang dimaksud, kata Kapolres, adalah menendang, memukul,
kemudian mengikat kaki korban dengan menggunakan sabuk.
Tidak berhenti sampai disana, korban juga diguyur dengan air.
Lalu kulitnya disundut menggunakan rokok dan kunci motor yang dipanaskan.
Kemudian, tindakan paling fatal yang dilakukan adalah, kepala Korban dibenturkan
ke tembok.
"Sampai korban tidak sadarkan diri," terang dia.
Kejadian itu menurutnya dilakukan dirumah PES dan PEA.
Rumah keduanya memang sering digunakan sebagai tempat tongkrongan anak-
anak muda.
Pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan apakah sekelompok Remaja ini
termasuk genk atau bukan.
Penganiayaan dilakukan terhadap korban cukup keras.
Bahkan, orang tua tersangka sampai terbangun karena mendengar suara gaduh.
Ketika terbangun, orang tua PES dan PEA kaget melihat korban dalam kondisi
tidak sadarkan diri.
Ia kemudian menelfon Kakek korban, Agus Maryanto yang langsung datang ke
rumah tersangka.
Korban kemudian dilarikan ke RS Nur Hidayah, kecamatan Jetis menggunakan
ambulans.
Namun nyawanya tidak tertolong.
"Sampai di rumah sakit korban sudah meninggal dunia," ucap Kapolres.
Jenazah kemudian dibawa ke RS Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.
Lebih lanjut, Wachyu mengungkapkan, dalam catatan kepolisian, tersangka PES
dan PEA sebelumnya juga terlibat dalam kasus penendangan sepeda motor di
jalan panggang - Siluk pada pertengahan Desember 2019 yang mengakibatkan
korban meninggal dunia.
Tetapi, dalam kasus penendangan motor, keduanya sebagai saksi.
"Bukan peran utama. Tetapi masuk dalam rombongan penganiayaan di Panggang
- Siluk itu," katanya.
Kini, keduanya terlibat lagi dalam kasus yang hampir sama, penganiayaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia.
Tetapi kali ini keduanya sebagai pelaku utama.
Dihadapan polisi dan awak media, PES mengaku melakukan penganiayaan
kepada korban, karena kesal uangnya hilang.
Menurutnya, korban sudah sering datang.
Bahkan saat kejadian, kata dia, korban sudah dirawat dan menginap tiga hari
dirumahnya.
Kendati demikian, ia mengaku tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Saya menyesal," kata dia, tertunduk.